Shining!

Mungkin ini postingan basi. Dan gambaran akan peristiwa sudah samar. Tapi semoga dengan gambar ini dapat menceritakan rasa yang ada kala itu Penang, Malaysia, Januari 2013 Ternyata keempat empat teman saya sudah di Kuala Lumpur ketika kami menyinjakan kaki di Pulau Pinang. Dengan bodohnya, saya tidak tau letak geografi Penang itu di sebelah mana. Dan terpisah lautan dengan Semenanjung Malaya. Dengan keterbatasan dan kenekatan, kami datang ke Penang dengan sia-sia dan hendak ke Kuala Lumpur dengan bis. Satu hal yang disayangkan yaitu kami tidak menikmati indahnya warisan budaya di Penang, padahal Penang mempunyai George Town yang menjadi The World Heritage Collection by UNESCO dan keindahan kota tua lainya. Dan tenang saja Ministry of Tourism Malaysia udah menyediakan peta gratis buat jalan-jalan di Penang jadi lebih mudah. Rapid Penang yg akan membawamu ke pusat kota Foto dulu di Airport Kuala Lumpur, Januari 2013 Belum sampai melewati hari yang berbeda kami sampai di

“Di Papua juga macet kok seperti di sini!” Sebuah pertemuan singkat antara saya dan partner kp saya dengan rombongan dari papua di sebuah taksi-sebuah sebutan angkutan perkotaan (angkot)- yang berisikan 7 penumpang. Sore itu, jam setengah 6 waktu Indonesia Tengah, saya pulang dari kantor tempat saya kp. Melewati kawasan semacam hutan lindung. Bapak yang duduk di sebelah saya membuka pembicaraan mengenai kotamadya, kabupaten, membandingkan antara kota asalnya, Jayapura, dengan Balikpapan. Lalu iseng mengajukan pertanyaan basa basi karena penasaran, saya menanyakan “Bapak dari Jayapura?” “Saya dari tanah di sana”, sambil menunjuk sablonan kaos anak kecil bertuliskan ‘PAPUA’. “Saya dengan 3 orang ini datang untuk menemani ini-anak kecil berkaos tadi- ikut olimpiade nasional.” “Wah hebat. Di Papua masih banyak pohon seperti di sini pak?”, taksi kita sedang melewati kawasan pepohonan dekat komplek Pertamina “Wah, tidak lagi! Di Papua sekarang juga seperti di kota Balikpapan, macet